Menulis berlembar-lembar atas rasa yang tertimbun lara
saat mentari terbit sampai tenggelam debarnya tetap setia
saat mendung dan terang wajahnya terus lekat di pelupuk mata
entah sampai kapan, tak ada tanya tuntas terjawab
mendatangi hati yang sendiri, berdiri di atas perahu takdir yang penuh misteri
membiarkan angin membelai ujung rambut nun panjang terurai
menyembunyikan airmata terburai
ah, hujan ... mengapa bulirnya meluncur helai demi helai
bukan tangan kokohnya lembut membelai
Membacanya bertahun-tahun kemudian
tak ada tulisan yang tertinggal untuk dikenang
kecuali satu, di sudut hati yang nyaris beku
: tetap merindu
Mengapa sekuat itu pesonamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar